Minggu, 30 Juni 2013

Intel Paparkan Teknologi Ultrabook Bagi Kalangan Bisnis


Bertempat di hotel Le Meridien, Intel mengundang beberapa perwakilan perusahaan serta media untuk memperkenalkan teknologi yang diadopsi bagi perangkat yang menyasar segmen bisnis.

Teknologi yang ada dimaksudkan untuk mengantisipasi serta meminimalisir resiko dari ancaman keamanan yang mengintai data penting perusahaan serta kemudahan pengelolaan data yang lebih efisien.

Acara bertajuk Intel Enterprise Solutions Showcase menghadirkan tiga perwakilan dari Intel yaitu Yadi Karyadi (Business Development Manager Intel Indonesia), Christopher Tan (Technology Specialist Enterprise Manager - SE Asia Enterprise Solution Sales), dan Tucker Hammerstrom (Technical Architecture Specialist Advanced Technical Sales).

Tucker Hammerstrom menerangkan bahwa kalangan bisnis kerap membutuhkan perangkat yang memiliki 4 faktor yaitu responsiveness, mobility, user interface, dan form factor. Sedangkan IT decision maker lebih menekankan pada perangkat yang memiliki faktor reliability, stability, security, dan manageability. Nah, Intel menggabungkan semua faktor tersebut dalam sebuah ultrabook yang telah mengadopsi teknologi andalannya yaitu Intel vPro dan Intel Small Business Advantage.

Teknologi vPro sebenarnya telah hadir sejak 2006, saat prosesor Intel Core seri i generasi pertama yaitu Nehalem diperkenalkan. Seiring dengan makin pesatnya perkembangan teknologi dan kebutuhan keamanan yang makin kompleks, teknologi tersebut juga terus mengalami penyempurnaan yang dibutuhkan pada kondisi saat ini.

Teknologi Intel vPro tidak terdapat pada semua perangkat komputer meski telah menggunakan prosesot Intel Ivy Bridge. Teknologi ini hanya terdapat pada perangkat yang telah diperuntukkan bagi segmen bisnis dimana beberapa perangkat keras mesti memiliki spesifikasi tersendiri. Diantaranya penggunaan mainboard berbasis chipset Intel seri Q, prosesor Intel Core seri i serta perangkat jaringan berbasis Intel.

Intel pun menunjukkan beberapa ultrabook yang telah mengadopsi teknologi vPro. Salah satu ciri ultrabook yang menggunakan teknologi tersebut yaitu telah terdapat logo Prosesor Intel Core i generasi ketiga (Ivy Bridge) disertai tulisan vPro.

Dengan fisik ultrabook yang fleksibel, tetap menawarkan produktivitas yang tinggi untuk dibawa, memiliki daya tahan yang lebih lama, enkripsi data yang lebih cepat berkat penggunaan prosesor Intel Ivy Bridge, sehingga penerapan bring your own device (BYOD) semakin mudah dilakukan.

Pada akhir acara, Intel menunjukkan beberapa ultrabook yang telah mengadopsi teknologi tersebut dan memperkenankan para peserta untuk melihat lebih dekat dan mencobanya. Diantara ultrabook yang dihadirkan yaitu Lenovo Thinkpad Tablet 2, Lenovo ThinkPad Twist, Dell Latitude,  Lenovo ThinkPad X1 Carbon, HP ElitePad, Lenovo X1 Carbon Touch, dan HP Envy 14 Spectre yang beberapa diantaranya merupakan jenis notebook convertible atau biasa disebut notebook hybrid.

Android Kuasai 64 Persen Pasar Smartphone Dunia


Android Kuasai 64 Persen Pasar Smartphone Dunia – Android nampaknya akan semakin populer. Sistem operasi dari Google ini mencatat angka penjualan yang fantastis, yaitu menguasai separuh lebih penjualan Smartphone Dunia.

Data penjualan ini dirilis oleh Worldpanel Comtech, yaitu sebuah lembaga riset pasar yang melakukan penelitian pada seluruh pasar smartphone selama 12 Minggu dan telah berakhir pada 31 Maret 2013.
Data yang dirilis menyatakan Penjualan Android mendominasi dan mengalahkan platform mobile lain-nya hampir disemua pasar. Dalam hal ini WPC melakukan penelitian pada 9 Negara yaitu China, Australia, Jerman, Perancis, Italia, Spanyol, Inggris, Jepang, serta Amerika Serikat.

OS dengan maskot robot hijau ini hanya kalah dari iOS di Jepang dengan rata-rata 45,8 persen untuk Android dan 49,2 persen untuk iOS. Selain dari Jepang, Android menyisihkan iOS dengan rata-rata penjualan 60-80%.

Selain Android dan iOS, terdapat pula beberapa OS mobile, seperti BlackBerry, Symbian dan Windows Phone. Namun tren BB dan Symbian mengalami penurunan. Hanya Windows Phone saja yang mengalami pertumbuhan yang cukup baik.

Sumber: androgiz.com

BLSM: Demi Rakyat atau Demi Partai Politik


Kebijakan pemerintah untuk menaikan Harga BBM akhirnya disahkan juga. Dengan dalih penghematan APBN,pemerintah tega menjadikan rakyat sebagai korban. Betapa tidak, sebelum kebijakan itu disahkan, harga-harga kebutuhan pokok sudah lebih dulu naik.

Sebagai ‘pelipur lara’, pemerintah mengucurkan dana BLSM (Bantuan Langsung Sementrara Masyarakat) sebesar Rp150.000 per kepala keluarga. Pemerintah berharap, dampak naiknya harga BBM bisa diredam dengan BLSM, Raskin, Bantuan Siswa Miskin, Program Keluarga Harapan dan program infrastruktur dasar khususnya di pedesaan.

Ternyata, BLSM bukannya memberikan solusi, malah menimbulkan permasalahan yang baru. Pertama, Penyalurannya dinilai tidak tepat sasaran. Tidak tepat sasaran diduga karena sistem data yang kurang akurat. Banyak penerima yang ternyata sudah meninggal, atau bahkan tidak terkategori miskin. Sehingga tidak tepat sasaran kepada keluarga yang membutuhkan yang benar-benar miskin.

Kedua, Kebijakan BLSM bernuansa politis. Kebijakan mengucurkandana langsung kepada masyarakat sanagt rentan ditunggangi kepentingan politik tertentu. Bahkan bisa jadi sebagai bentuk ‘suap’ kepada rakyat untuk mendapatkan citra yang positif. Apalagi dalam menghadapi pemliu 2014.

Ketiga, BLSM tak memberikan solusi, tidak bisa mencegah inflasi. Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menjelaskan pemberian kompensasi Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) atas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi tidak akan meredam dampak inflasi, yang bisa muncul dari kenaikan harga BBM.(vivanews.com, 20/06)

Keempat, berpotensi menimbulkan konflik di masyarakat meski skalanya terbatas. Salah satunya seperti yang terjadi di Purewkerto, Anggota DPRD Banyumas Yoga Sugama mengungkapkan konflik sosial mulai terjadi dalam pelaksanaan penyaluran BLSM. Kondisi desa yang tadinya adem ayem, sekarang mulai menghangat, karena banyaknya protes warga yang tidak memperoleh BLSM. (Metrotvnews.com, 27/04).

Pemerintah seharusnya belajar dar kegagalan program BLT yang pernah dikocorkan beberapa tahun lalu. Banyak pihak menilai bahwa sistem bantuan langsung sangat tidak efektif dan tidak mendidik dalam memecahkan masalah kemiskinan. BLSM dengan sistem yang sama, akan mendulang hasil yang sama.

Lihat saja, besaran BLSM pun minim dibandingkan naiknya biaya yang harus ditanggung. Begitu harga BBM naik rata-rata 33,3 % (premium naik 44,4 % dan solar naik 22,3 %), ongkos transportasi pun naik rata-rata 20 – 35 persen. Naiknya ongkos transportasi dibarengi oleh lonjakan harga-harga kebutuhan pokok dan kebutuhan sehari-hari. BLSM kiranya lebih pantas disebut sebagai Bantuan Langsung Sengsarakan Masyarakat.

Lebih dari itu, meski harga BBM dinaikkan namun subsidi tetap saja dalam angka Rp 120 triliun - akibat konsumsi meningkat. Lalu ditambah BLSM menjadi sekitaran Rp 180 triliun. Rupanya kebijakan member subsidi hanyalah akal-akalan. Kenaikan harga BBM tidak menghapus subsidi. Peluang pencurian dan korupsi serta penyelundupan BBM menjadi hal yang dapat dilestarikan dan dilanjutkan.

Kita harus mempertanyakan, sebenarnya ada apa dibalik kebijakan ini? Benarkah kebijakan BLSM ini adalah kebijakan yang pro rakyat? Ataukah kebijakan yang sebenarnya tidak pro rakyat bahkan mengandung kebohongan publik?.

Dengan riuhnya kontraversi BBM dan BLSM, kebanyakan orang lupa bahwa pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan kewajiban Pemerintah sesuai dengan Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial. BLSM adalah hak masyarakat, bukan kebaikan hati atau sogokan politik, tapi tanggung-jawab Pemerintah (pasal 4). Kewajiban pemerintah untuk melakukan Catur Program Kesejahteraan Sosial, yakni rehabilitasi, pemberdayaan, perlindungan dan jaminan sosial (pasal 6). Jadi, kebijakan semacam ini seharusnya bukan kebijakan pelipur lara, tapi merupakan kebijakan yang wajib dilakukan oleh pemerintah kepada rakyatnya.

Selama ini, pemerintah selalu mengklaim bahwa kebijakannya disetujui oleh rakyat, karena para wakil rakyat di DPR MPR mnyetujuinya. Padahal kebijakan kenaikan harga BBM itu bertentangan dengan aspirasi mayoritas masyarakat yang tidak ingin harga BBM dinaikkan. Hal itu terungkap dalam hasil survey Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap 1200 responden yang dilakukan pada 18 Juni, selepas rapat paripurna pengesahan RAPBN-P 2013 di DPR. Hasil survey itu menunjukkan, 79,21 persen tak setuju kenaikan harga BBM. Sebanyak 19,1 persen tidak tahu dan hanya 1,69 persen yang setuju kenaikan harga BBM (Republika, 24/6). Tapi tetap saja, pemerintah mengklaim bahwa kenaikan harga BBM itu adalah demi rakyat, sebab disetujui oleh para wakil rakyat.

Pemerintah pun lebih sayang kepada para kapitalis asing daripada kepada rakyat. Pemerintah lebih senang membayar hutang kepada asing daripada memberikan kesejahteraaan epada rakyatnya. Ternyata hal ini memang sesuai dengan skenario Memorandum of Economic dan Financial Policies atau LoI dengan IMF tahun 2000. Juga untuk memenuhi apa yang disyaratkan bagi pemberian utang Bank Dunia seperti tercantum dalam Indonesia Country Assistance Strategy tahun 2001.

Semua itu agar sempurna liberalisasi migas untuk kepentingan bisnis asing. Hal itu ditegaskan oleh Purnomo Yusgiantoro, menteri ESDM kala itu, “Liberalisasi sektor hilir migas membuka kesempatan bagi pemain asing untuk berpartisipasi dalam bisnis eceran migas…. Namun, liberalisasi ini berdampak mendongkrak harga BBM yang disubsidi pemerintah. Sebab kalau harga BBM masih rendah karena disubsidi, pemain asing enggan masuk.” (Kompas, 14 Mei 2003).

Jelaslah bahwa bahwa keputusan kenaikan harga BBM berikut kebijakan BLSM tak sesuai aspirasi rakkyat, tapi sesuai dengan aspirasi para politisi partai pengusungnya. hal ini akibat sistem demokrasi dan kapitalisme yang melahirkan kebijakan penguasa dan politisi tidak demi rakyat dan mengabaikan aspirasi rakyat. Kebijakan lebih demi kepentingan elit, pemilik modal, dan kapitalis asing.

Sungguh beda dengan sistem Islam dengan syariahnya dalam bingkai sistem khilafah Islamiyah. Negara dan penguasa berkewajiban memelihara kepentingan rakyat dan menjamin kehidupan rakyat tanpa diskriminasi apapun. Seluruh rakyat berhak dapat pelayanan negara. Sementara kekayaan umum seperti migas, akan tetap jadi milik umum. Negara mengelolanya mewakili rakyat dan seluruh hasilnya dikembalikan kepada rakyat untuk kesejahteraan mereka.

Sumber: www.suara-islam.com

Kenaikan Harga BBM dan Daya Beli Masyarakat


Aliansi Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) yang merupakan gabungan Pandu Budaya UI, Brigade UI, Pasukan Aksi Propaganda UI, Front Aksi Mahasiswa (FAM) UI mengeluarkan pernyataan sikap evaluasi pascakenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berjalan.

Mereka menilai upaya pemerintah untuk menaikan harga BBM tahun ini akhirnya menemui kata berhasil dengan disepakatinya kebijakan tersebut oleh DPR.

Humas FAM UI Anissa Noviandhini mengatakan kebijakan itu dilakukan dengan dalih menyelamatkan APBN. Padahal kebijakan tersebut dengan jelas dan nyata ditolak masyarakat Indonesia terbukti dengan hasil survei LSI 79,21 persen masyarakat Indonesia menolak kenaikan harga BBM.

"Penolakan itu bukan tanpa alasan, kenaikan harga BBM justru menyebabkan inflasi atau kenaikan harga barang dan jasa, terutama pangan. Rakyat miskin daya belinya terancam. Apalagi kenaikan harga terjadi menjelang bulan Ramadhan dan lebaran, sehingga inflasi tak terkendali. Rakyat miskin akan semakin sulit hidupnya," ujarnya dalam rilis kepada wartawan, Jumat (28/06/2013).

Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM), kata Anissa, adalah usaha pembodohan elit politik kepada rakyat. Dampak negatif mulai dirasakan rakyat dari naiknya harga kebutuhan primer.

"Ongkos angkot, pangan atau sembako, naiknya harga gas elpiji, potensi hancurnya UMKM. BLSM justru bikin sumber keributan warga. BLSM juga tak menjamin daya beli masyarakat tetap bertahan sesuai kebutuhan dasarnya. Hal ini jelas membuktikan kepemimpinan SBY - Boediono gagal mensejahterakan rakyatnya," ungkapnya.

Anissa menegaskan mahasiswa UI mendesak rakyat Indonesia bergabung melawan pemerintahan SBY-Boediono yang telah berkhianat pada rakyat, salah satunya melalui kebijakan menaikan harga BBM ini. Pemerintah harus segera menurunkan harga BBM, dan mewujudkan kedaulatan energi secepatnya. Sikap para mahasiswa juga diekspresikan dengan mengumpulkan koin untuk APBN.

"Turunkan harga sembako, bersihkan pemerintahan dari penjahat dan pengkhianat bangsa. Tiada kata jera dalam perjuangan," tukasnya.

Sumber: sindonews.com